Bukan Sebatas Teori: UMNU jadikan Mata Kuliah Apresiasi Puisi sebagai Panggung Ekspresi Mahasiswa

Aswaja Center Universitas Ma’arif Nahdlatul Ulama (UMNU) Kebumen kembali disulap menjadi panggung ekspresi mahasiswa semester 6 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dengan menampilkan dramatisasi puisi melalui unjuk kreativitas diksi-diksi yang indah. Pada Hari Kamis, 31 Juli 2025.


Pagelaran pertama untuk Apresiasi Puisi menjadi hal yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Semula melalui penilaian mandiri atau proyek , angkatan tahun ini digelar secara totalitas. Apresiasi menjadi sebuah ekspresi diri untuk menjadi kreativitas. Tidak hanya mahasiswa, dosen juga melakukan apresiasi puisi yang diwakili oleh Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia beliau Muchlas Abror, M.A. , Puisi yang dibawakan oleh beliau berjudul Siti dan Puisi:Aku Masih Sangat Hafal Nyanyian Itu (Karya Mustofa Bisri)


Apresiasi puisi digelar dalam bentuk Dramatisasi Puisi yang menampilkan beberapa judul puisi diantaranya Legenda Si Pitung, Hanya Dalam Mimpi Karya Ajip Rosidi, Orang-Orang Miskin, Orang-Orang Lapar Karya WS Rendra, Sebut Dia Koruptor Karya R Bara Pratama, Napas Budaya Nusantara, Goresan Aksara Di Lembar Waktu, Yang dulu Seharusnya Kau Pilih, Modernitas Budaya, Puisi Hujan Bulan Juni. Penampilan dilaksanakan secara bergantian tiap kelompok dan dinilai oleh dosen pengampu mata kuliah Apresiasi Puisi yaitu Muchlas Abror, M.A., Rosita Sofyaningrum, M.A., dan Arum Yuliya Lestari, M.Pd.


“Bahwa panggung adalah kemewahan, jadi panggung selalu dicari oleh sastrawan. Jangan pernah berpikir terhalang oleh dana karena sastra selalu bermain di ruang-ruang yang sepi. Maka bebaslah berekpresi,” ujar Abror. Selaku Kaprodi Pendidikan Bahasa Indonesia di akhir sambutannya.


Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa bagi sastrawan, panggung adalah kemewahan yang selalu didambakan. Ini bukan hanya tentang tempat fisik untuk tampil, tetapi lebih pada ruang di mana karya dapat bertemu dengan audiens, diakui, dan memberikan dampak. Keberadaan “panggung” ini menjadi validasi atas proses kreatif yang panjang dan seringkali sunyi, menjadi momen di mana suara sastrawan dapat bergema lebih luas. Oleh karena itu, hasrat untuk menemukan dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk tampil adalah hal yang wajar dan esensial bagi perjalanan seorang sastrawan.


Namun, ketua program studi juga menekankan pentingnya tidak terhalang oleh keterbatasan apapun, karena sastra selalu bermain di ruang-ruang yang sepi. Ini adalah pengingat bahwa esensi sastra tidak bergantung pada fasilitas mewah atau anggaran besar. Sastra lahir dari perenungan mendalam, observasi tajam, dan imajinasi liar yang sering kali terjadi dalam kesendirian. Oleh karena itu, ia mengajak para sastrawan untuk bebas berekspresi, tidak terbatasi oleh kendala material. Ide, emosi, dan pesan yang ingin disampaikan adalah hal utama, dan akan selalu menemukan jalannya, bahkan di tempat-tempat yang paling sederhana sekalipun.


Pagelaran ini menjadi tonggak awal pembelajaran modern yang dikombinasikan dengan penampilan diatas panggung sebagai ekspresi mahasiswa.